Puluhan tahun yang lalu, ketika saya duduk di bangku sekolah menengah pertama, ada satu kenangan yang masih membekas di pikiran saya. Kenangan itu adalah saat saya menjadi korban bullying, atau yang dalam bahasa Indonesia lebih dikenal dengan istilah perundungan.
Saya dijuluki ‘botak’, ‘ninja’, dan mendapatkan ejekan lainnya hanya karena saya adalah murid pindahan dan yang satu-satunya mengenakan jilbab di sekolah tersebut. Kejadian ini terjadi pada tahun 2012, dimana penggunaan jilbab memang belum sepopuler sekarang, terlebih lagi di kalangan siswa SMP negeri.
Ingatan itu masih jelas, bagaimana kata-kata menyakitkan dan ejekan dari beberapa teman sekelas merasuki diri saya. Sebagai murid baru yang mencoba beradaptasi, saya merasa terisolasi dan dihakimi hanya karena perbedaan kecil dalam penampilan. Rasanya sulit untuk menjelaskan perasaan saat itu karena begitu menyesakkan dan menyakitkan.
Namun, pada saat itu, tidak ada orang yang tahu. Ayah saya baru saja meninggal, dan ibu masih dalam keadaan berduka. Saya tidak ingin menambah beban pikiran ibu dengan bercerita tentang masalah saya tersebut di sekolah. Sehingga hal tersebut saya pendam sendiri sampai dewasa. Ternyata peristiwa tidak mengenakan tersebut menjadi akar dari inner child negatif yang harus saya sembuhkan saat dewasa.
Ya, efek dari bullying tidak hanya berhenti pada saat kerjadian saja. Saya merasakan dampaknya dalam kehidupan dewasa saya, terutama ketika harus mendampingi anak-anak. Ketika si kecil mengalami tantrum, saya kadang-kadang ikutan tantrum. Bullying tidak hanya merusak kepercayaan diri, tetapi juga meninggalkan bekas yang kesehatan mental seseorang.
Lalu sebenarnya apa itu bullying? Apa saja dampak dan penyebabnya pada anak-anak? Simak artikel ini sampai habis ya!
Apa Itu Bullying?
Bullying dapat didefinisikan sebagai tindakan agresif dan merendahkan yang dilakukan secara berulang-ulang oleh satu individu atau kelompok terhadap individu lain yang cenderung lebih lemah atau rentan. Tindakan ini dapat terjadi di berbagai lingkungan, termasuk sekolah, tempat kerja, online, atau bahkan dalam hubungan pribadi. Bullying dapat bersifat fisik, verbal, atau bahkan bersifat psikologis.
Sedangkan berdasarkan informasi dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPA), bullying didefinisikan sebagai tindakan penindasan atau risak yang dilakukan dengan sengaja oleh satu individu atau sekelompok yang memiliki kekuatan lebih besar. Perbuatan ini terus menerus dilakukan dengan maksud untuk menyebabkan luka atau kerugian pada pihak yang menjadi korban tidak terkecuali anak-anak.
Apa Saja Penyebab Bullying pada Anak?
Bullying atau perundungan pada anak merupakan fenomena yang merugikan dan berpotensi merusak perkembangan psikososial mereka. Fenomena ini tidak hanya merugikan korban secara langsung, tetapi juga dapat membawa dampak jangka panjang pada kesejahteraan mental dan emosional anak.
Untuk memahami fenomena ini lebih dalam, sangat penting bagi para orang tua untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab utama dari perilaku bullying tersebut. Agar parents bisa mendampingi anak-anak agar terhindar dari perilaku bully baik itu sebagai korban maupun pelaku.
1. Faktor Lingkungan
Lingkungan tempat anak tumbuh dan berkembang memiliki peran besar dalam membentuk perilaku mereka. Keluarga yang kurang harmonis, ketidakstabilan ekonomi, dan kondisi lingkungan yang kurang aman dapat menjadi pemicu utama terjadinya bullying.
Anak-anak yang mengalami ketidakamanan dan ketidaknyamanan di rumah cenderung mencari cara untuk mengekspresikan ketidakpuasan atau kebingungan mereka melalui perilaku agresif terhadap teman sebaya.
2. Pendidikan dan Kesadaran
Ketidakpahaman terkait dampak dari perilaku bullying dapat memicu terjadinya tindakan tersebut. Kurangnya pendidikan dan kesadaran di kalangan anak-anak, guru, dan orangtua tentang konsekuensi psikologis dan sosial dari bullying dapat menjadi faktor utama.
Oleh karena itu, perlu adanya upaya lebih lanjut untuk meningkatkan pemahaman mengenai perilaku bully ini dan mengajarkan nilai-nilai positif kepada anak-anak sejak dini.
3. Ketidaksetaraan Sosial
Faktor ketidaksetaraan sosial, seperti perbedaan suku, agama, atau status ekonomi juga dapat memicu perilaku bullying juga loh. Anak-anak sering kali menunjukkan sikap intoleransi terhadap teman sebaya yang dianggap berbeda. Oleh karena itu, mendukung keberagaman dan mengajarkan nilai-nilai toleransi sejak dini dapat menjadi langkah awal dalam mencegah perilaku bullying.
4. Teknologi dan Media Sosial
Dengan adanya perkembangan teknologi dan media sosial di masa sekarang tidak bisa ditampik telah membawa dampak besar pada kehidupan anak-anak. Cyberbullying atau perundungan daring telah menjadi ancaman yang signifikan.
Anak-anak yang tidak terlindungi dari eksposur terhadap konten agresif atau mengalami pelecehan daring cenderung menyalurkan rasa frustrasi mereka melalui perilaku bullying di dunia nyata. Karena itulah, bijaklah dalam berinternet terutama media sosial. Parents sekalian wajib mengawasi dan mendampingi anak-anak saat mereka berselancar di dunia maya.
5. Kurangnya Keterlibatan Orang Tua
Peran orang tua dalam membimbing dan mendukung anak sangatlah penting. Bahkan ada sebuah ungkapan Arab yang terkenal, dikemukakan oleh penyair Hafizh Ibrahim, menyatakan: “Al-Ummu Madrasatul Ula.” yang artinya Ibu adalah lembaga pendidikan awal bagi anak. Ini artinya orang tua lah pendidik utama dan pertama bagi anak-anaknya.
Karena itulah ketidakpahaman, kurangnya waktu, atau kurangnya perhatian dari orang tua dapat menyebabkan anak merasa terlantar. Anak-anak yang merasa tidak terhubung dengan orangtua mereka mungkin mencari bentuk kekuasaan atau perhatian dengan cara yang negatif, termasuk bullying.
6. Ketidakmampuan Menangani Konflik
Keterampilan menangani konflik yang kurang berkembang dapat memicu perilaku bullying. Anak-anak yang tidak diajarkan cara yang baik untuk mengekspresikan ketidaksetujuan atau menyelesaikan konflik cenderung menggunakan kekerasan fisik atau verbal sebagai jalan keluar dari ketegangan yang mereka rasakan.
7. Model Perilaku Negatif
Anak-anak sering kali meniru perilaku yang mereka lihat di lingkungan sekitar. Jika mereka terpapar pada perilaku negatif, termasuk bullying, baik di rumah atau di lingkungan sekitar mereka, kemungkinan besar mereka akan menirunya. Oleh karena itu, penting bagi orangtua dan guru untuk menjadi teladan yang baik dalam perilaku dan komunikasi.
8. Ketidakmampuan Mengelola Emosi
Anak-anak yang kesulitan mengelola emosi mereka dapat cenderung mengekspresikan frustasi dan ketidakpuasan melalui tindakan agresif, termasuk bullying. Penting untuk memberikan dukungan emosional dan membantu anak-anak mengembangkan keterampilan pengelolaan emosi dengan merilis perasaannya setiap dia merasakan hal yang kurang nyaman. Hal ini, bisa untuk mencegah terjadinya perilaku bully tersebut.
Dampak Perilaku Perundungan pada Anak
Bullying, atau perundungan, bukanlah hal baru. Meskipun sudah dikenal sejak lama, dampak dari tindakan ini terhadap anak-anak terus menjadi perhatian utama para ahli psikologi, pendidikan, dan orang tua. Karena memang bullying menyebabkan dampak yang sangat serius pada konsekuensi psikologis dan sosial anak, seperti yang saya ulas dibawah ini:
1. Konsekuensi Psikologis
-
Berkurangnya Rasa Percaya Diri
Salah satu dampak utama bullying pada anak adalah penurunan rasa percaya diri. Anak yang menjadi korban perisakan atau perundungan seringkali merasa tidak berharga dan tidak mampu melakukan hal-hal tertentu. Mereka mungkin kehilangan kepercayaan diri untuk berbicara di depan umum atau bahkan untuk berpartisipasi dalam aktivitas sekolah.
-
Depresi dan Kecemasan
Bullying dapat menjadi pemicu bagi masalah kesehatan mental, seperti depresi dan kecemasan. Anak-anak yang terus-menerus mengalami intimidasi mungkin merasa terisolasi, cemas, dan sedih. Hal ini dapat berdampak pada kinerja akademis dan kehidupan sosial mereka secara keseluruhan.
-
Trauma Jangka Panjang
Bullying yang intens dan berkelanjutan dapat menyebabkan trauma jangka panjang pada anak. Trauma ini bisa berdampak pada kehidupan mereka hingga dewasa, memengaruhi cara mereka berinteraksi dengan orang lain, mengatasi stres, dan membentuk hubungan interpersonal.
-
Pemikiran Negatif tentang Diri Sendiri
Anak-anak yang menjadi korban bullying sering kali menginternalisasi pandangan negatif yang diungkapkan oleh pelaku bullying. Mereka mungkin mulai memandang diri mereka dengan sikap negatif, menganggap diri mereka tidak layak atau tidak disukai.
2. Konsekuensi Sosial
-
Isolasi Sosial
Salah satu dampak sosial yang paling jelas dari bullying adalah isolasi sosial. Anak yang diperlakukan dengan tidak baik oleh teman-teman sekelasnya mungkin merasa terpinggirkan dan enggan untuk berpartisipasi dalam aktivitas sosial. Ini dapat mengarah pada kesendirian yang berkepanjangan dan kurangnya dukungan sosial.
-
Gangguan Hubungan Interpersonal
Bullying dapat merusak kemampuan anak untuk membangun dan menjaga hubungan interpersonal yang sehat. Mereka mungkin mengalami kesulitan mempercayai orang lain atau membuka diri karena takut akan penghinaan atau penolakan.
-
Ketidakmampuan Mengatasi Konflik
Anak-anak yang sering menjadi korban bullying mungkin mengalami kesulitan dalam mengatasi konflik. Mereka mungkin tidak tahu bagaimana menghadapi situasi yang sulit atau merasa takut untuk berbicara ketika ada konflik. Ini dapat berdampak pada kemampuan mereka untuk berfungsi secara efektif dalam masyarakat.
-
Pembentukan Citra Negatif terhadap Sekolah
Anak-anak yang menjadi korban bullying mungkin mengembangkan pandangan negatif terhadap lingkungan sekolah mereka. Mereka bisa kehilangan minat dalam belajar atau merasa bahwa sekolah bukan tempat yang aman dan mendukung.
Penutup
Bullying bukan sekadar suatu fenomena sosial, melainkan juga suatu masalah serius yang dapat menghancurkan kehidupan anak-anak. Dengan menyadari bahwa bullying dapat terjadi di berbagai lingkungan, baik fisik maupun daring, penting bagi kita semua untuk bersama-sama mengatasi dan mencegah tindakan ini.
Pentingnya pendidikan dan kesadaran terkait dampak bullying tidak dapat dipandang sebelah mata. Orang tua, guru, dan masyarakat memiliki peran besar dalam menciptakan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak-anak tanpa ketakutan akan bullying.
Faktor-faktor penyebab seperti lingkungan, kurangnya pendidikan, ketidaksetaraan sosial, teknologi, keterlibatan orangtua, model perilaku negatif, dan ketidakmampuan mengelola emosi perlu menjadi perhatian bersama untuk mencegah munculnya perilaku bullying.
Dengan menyadari dampak psikologis dan sosial yang serius pada anak-anak, kita memiliki tanggung jawab untuk menciptakan lingkungan yang aman, mendukung, dan positif. Oleh karena itu, mari bersama-sama menjadi agen perubahan untuk melawan bullying dan menciptakan dunia di mana setiap anak dapat tumbuh dan berkembang tanpa rasa takut dan ketidakamanan.
Lalu bagaimana cara mengatasi peristiwa perundungan ini terutama di area sekolah? Tunggu artikel kami selanjutnya ya!