Siapa yang masih suka ikut meledak ketika anaknya sedang tantrum? Hingga berujung ‘ngomel’ panjang lebar bahkan tak jarang disertai kekerasan yang akhirnya menyakiti batin atau fisik sang anak dan setelah itu menyesal. Anda tak sendiri, saya pun terkadang mengalaminya. Tahukah kamu, ini salah satu efek dari inner child yang terluka?
Padahal sebagai umat muslim, kita telah diperintahkan untuk sebisa mungkin menahan marah. Sesuai dengan salah satu Hadis dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam :
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu bahwa ada seorang laki-laki berkata kepada NabiShallallahu ‘alaihi wa sallam : “Berilah aku wasiat”. Beliau menjawab, “Engkau jangan marah!”. Orang itu mengulangi permintaannya berulang-ulang, kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Engkau jangan marah!”
(H.R. Bukhari)
Meski begitu tetap saja kita sering lepas kontrol. Tindakan lepas kontrol itu sangat mungkin berasal dari inner child negatif yang menguasai pikiran bawah sadar saat gejolak emosi kita sedang tak tertahankan.
Apa Itu Inner Child?
Mungkin sekarang banyak yang tidak asing lagi dengan kata inner child. Seiring dengan telah banyaknya gaungan untuk lebih memperhatikan kesehatan mental di media sosial. Akan tetapi, sebenarnya apa sih inner child itu? Melalui artikel ini, saya akan coba mengajak sobat AuRa untuk mengenal inner child.
Menurut John Brasdshaw, dalam buku Home Coming : Reclaiming and Championing Your Inner Child (1990), inner child adalah istilah untuk menjelaskan konsep mengenai bagian dari diri kita yang berupa anak kecil, yang perlu dicintai dan dirawat.
Inner child yang dimiliki masing-masing orang dapat berada dalam kondisi baik atau dalam kondisi bermasalah/trauma. Penanganannya pun tidaklah sama. Karena itu tergantung dengan kenangan masa kecil yang mereka punya.
Jika seseorang banyak mengalami peristiwa yang menyenangkan dalam hidupnya, maka inner child-nya akan berkembang dengan baik dan memberi energi positif bagi jiwa dan perilakunya.
Sebaliknya, jika seseorang pernah atau sering mengalami peristiwa yang menyakitkan, maka inner child-nya akan stuck di usia saat ia mengalami peristiwa yang menimbulkan luka pada jiwanya.
Perlu digarisbawahi tidak semua inner child itu berhubungan dengan karakter negatif. Seperti yang saya ungkapkan di atas bahwa ada juga inner child positif yang membangun karakter baik pada diri seseorang. Hanya saja stigma inner child telah melekat dengan konsep yang digunakan untuk mengambarkan sifat kekanak-kanakan.
Mengenal Tanda Inner Child yang Terluka
Luka/trauma psikologis (inner child negatif atau biasa disebut juga dengan luka batin) ini tidak hanya kita dapatkan dari pola asuh yang dilakukan orang tua kita misal mencubit atau mengurung kita ketika kita berbuat salah atau kurangnya mengisi kantung jiwa egosentris saat kita masih kecil. Namun, juga bisa dari teman dan lingkungan kita semasa kecil misal mendapatkan bully dari teman sekolah.
Jika hal ini yang sering didapat dan terus menumpuk hingga dewasa, hal inilah yang akan menjadi penyebab utama luka batin itu keluar terutama saat kita berumah tangga. Kondisi dimana permasalahan hidup jauh lebih kompleks.
Lalu, ada beberapa hal yang bisa menjadi tanda seseorang memiliki luka batin masa kecil, misalnya saja:
- Memiliki emosi yang tidak stabil
- Sering merasa tidak percaya diri
- Mudah depresi
- Merasa cemas dan takut yang berlebihan
- Menunjukkan sikap perfeksionis
- Terlalu kompetitif dan tidak mau gagal, dan lainnya.
Cara Mengatasi Inner Child
Inner child yang terluka seumpama luka harus segera diobati agar tak menjadi borok dan menggerogoti energi positif yang ada dalam diri kita. Yang bukan hanya akan melukai diri kita sendiri tetapi juga orang terdekat kita seperti suami.
Bahkan efek menyeramkannya bisa memberikan inner chil negatif juga pada anak kita. Tentu kita tak mau hal ini sampai terjadi kan? Karena itulah, kita harus menjadi agent utama yang memutus mata rantai luka batin itu.
Apa saja yang bisa kita lakukan? Jika mempunyai dananya, memang akan jauh lebih baik jika kita mendatangi pakar (terapis) secara pribadi atau ikut workshop khusus healing inner child, karena pakarnya akan membantu mengobati luka tersebut.
Kita wajib berhati-hati dalam hal ini, ya! Karena jika kita datang ke yang bukan pakarnya, ketika mereka bisa mengorek luka tersebut tapi tidak mampu memberikan solusi, itu akan menjadi luka baru bagi kita.
Akan tetapi, jika kita punya keterbatasan dana, waktu, dan lainnya. Cara pertama yang bisa kita lakukan sebagai cara mengatasi inner child yang terluka ini, bisa dengan mencoba melakukan Self healing terlebih dahulu. Ada beberapa cara yang biasa saya lakukan di rumah seperti berikut ini:
-
Lakukan tazkiyatun nafz
Secara etimologis Tazkiyatun nafs berarti membersihkan jiwa, memperbaikinya dan menumbuhkannya agar menjadi semakin baik serta mengembangkan potensi baik jiwa manusia. Dengan banyak beribadah, berdoa, beristigfar, menjemput dan mengaplikasikan ilmu yang sudah didapat, dan sebagainya.
-
Memaafkan
Memaafkan orang-orang yang sudah melukai kita baik itu orang tua, saudara, teman dan menerima itu sebagai bagian takdir yang telah Allah gariskan bagi jalan kehidupan kita.
-
Lakukan komunikasi dan harmonisasi
Hal ini bisa kita bersama suami sebagai sahabat dan patner kita dalam kehidupan berumah tangga terutama dalam mendidik anak-anak kita. Agar kita bisa memutus rantai inner child ini.
-
Menulis
Menulis juga bisa jadi salah satu cara melepaskan kemarahan, kekecewaan dan kebencian kita. Cara satu ini termasuk self healing yang banyak dilakukan oleh banyak orang untuk mengatasi inner child, termasuk saya.
Jika tak mampu merangkai kata? Tenang! Kamu bisa menulis bebas semua yang kamu ingin ungkapkan dan sangat baik jika kamu menulisnya di kertas. Tuangkan semua perasaan negatifmu lalu setelah itu kau bisa mencoret-coretnya dan bahkan mengoyak kertas tersebut menjadi serpihan kecil. Itu bisa membuat lega loh.
Menulislah secara sangat bebas tanpa mempedulikan struktur
kalimat dan tata bahasa. Niscaya Anda akan terbebaskan dari segala
deraan batin.
(Dr. James W. Pennebaker).
Itu secuil pengalaman saya mengatasi inner child yang ada pada diri saya, memang belum dikatakan sukses 100%. Tetapi Alhamdulillah sejak saya menyadari ada yang kurang beres dengan diri saya dan coba mengatasinya.
Saya merasa apa yang saya lakukan memberi efek kepada anak-anak. Emosi mereka pun lebih terkontrol dan jarang tantrum. Jika kesehatan jiwa kita baik, maka yakinlah itu akan menular ke orang-orang di sekitar kita. Semoga bermanfaat.
53 Komentar. Leave new
Saya merasa tak punya inner child negatif..
Tapi saya takut juga, spt kata teman saya di kelas KPA, "orang gila pun tak merasa kalau dirinya gila"
Haizzzz…
Saya perlu anger management… Hiks
kalau aku merasa memang ada mak. aku marah persis ibuku dulu memarahiku.. hiks… moga abis healing bulan depan aku bisa lepas dari inncerchild negatif ini
Hiks kak dyah..
Saya masih sesekali kelepasan pas keadaan ngantuk atau menjelang tidur malam.
Memang kadang, saya suka terapi menulis biar daya ngomel saya berkurang..
menyalurkan 20ribu suku kata ya mak.. 😀
Ulasan yang menarik. Jadi lebih tau mengenai apa itu inner child.
makasih kak.. 🙂
Artikelnya bagus banget Mbak, menambah pengetahuan.
makasih banyak kk.. 🙂
Wah, ada wartawan nih! Lagi melilitkan?
Maksudnya kk?
Baru jelas apa innerchild skarang. Pantas kalo tempramen orang beda2 berarti dimulai dari kecil.
iya bang.. didikan dan kenangan masa kecil itu berpebgaruh banyak pada diri orang dewasa loh
nice share kak, makasih infonya kak..
sama-sama bang…
Penting sih ini kak. Kakak aku lagi punya anak kecil satu tahunan, kalau nggak salah punya buku soal inner child gini juga
Alhamdulillah bang.. ikut baca juga bukunya biar tambah ilmu buat jadi calon ayah yang keren buat nak-anaknya nanti
Penting banget ya manajemen inner child ini. Aku sendiri merasa banget kalau ada punya beberapa yg negatif sampe sekarang, dan kalau waktunya 'pas' bakalan keluar. Habis itu nyesel sendiri 🙁
Makanya aku pengen anakku nanti gak sepertiku, tapi pola didikku sendiri belum 100% clear, masih ada potensi nurun ke anak. PR lagi sebagai ortu ya hehe. Tapi makasih banyak lho sudah diingatkan 😀
sama-sama mbak. Masih banyak PR kita mb sebagai ortu ini. apalagi soal innerchild. kita harus segelah memutus mata rantainya.
Kadang2 Kita ngga mnyadari punya sifat innerchild yg mba,, tapi klo itu msih bisa dikendalikn dn k arah positif munkin aman yg serem klo sdh meletuf dn merusak hrs di terapu segera
kalau positif gak masalah kk karena itu adalah kenangan indah yang kita punya. tapi kalau negatif bagi luka yang memborok. hiks..
Jangan suka marah-marah, karena orang yang menang adalah yang mampu menahan amarahnya
Sepakat mbak..bukankan hadist Rasulullah berkata demikian tapi terkadang tetap kelepasan mbak
Mbak aku penasaran ya, aku suka merasa ya kalau aku tuh bahagia saat kecil, tapi suka emosian jg saat skrng, nah apa jgn2 emang inner child ini tu sbnrnya ada yg tanpa kita sadari/ lupakan ya, makanyasbnrnya da tapi kita gk ngrasa nyadar kita tersakiti gtu?
kalau gini aku kurang paham mba, kalau seumpanya mbak belum terlalu merasa terganggu dengan emosi itu coba lakukan self healing aja dulu aja.
Inner child ini pernah jadi topik bahasan digrup gendong yang saya ikuti, saya tertarik sekali waktu itu karena memang saya sendiri masih suka tidak bisa kontrol diri saat marah ke anak. Saya masih harus perbaiki lagi masalah ini.
Yuk.., sama-sama berjuang mbak. semoga kita bisa memutus mata rantai innerchild ini
Bahasan tentang innerchild ini selalu menarik bagi saya, dan mungkin bisa jadi memang saya tengah mengalami hal ini, bermanfaat banget mba tulisannya. Kudu banyak memanage diri dan emosi nih
Tetap semangat mbak. saya juga sedang berjuang
Menulis memang jadi salah satu cara saya melepaskan kemarahan, kekecewaan dan kebencian pada entah apa Mbak..
Intinya sejak rutin menulis emosi saya Alhamdulillah bisa terkelola:)
saya juga menulis ini untuk ajang self healing mbak plus pengingat (kontrol) agar apa yanng kita tulis juga bisa tercermin dalam perilaku kita.
Saya suka notednya, menulislah tanpa memperdulikan tata bahasa dan struktur kalimat, niscaya akan terbebas deraan batin. Masya Allah. Ini bener loh. Bersyukurlah ada whatsapp, saya bisa menumpahkannya disana. Taoi mgkn lebih hilang lagi jika kita menulis tangan ya?
Baca komen mba Dyah, saya juga ngerasa ada inner child. Saya marah persis seperti mama saya marah ke saya. Ya Allah.. semoga ga terjadi ke anak2 saya.
kalau untuk terapi emosi dan innerchild emang lebih disarankan tulis tangan kk. Begitu info yang saya dapat dari seorang terapis.
Kadang aku merasa bersalah banget karena keponakanku rewel lalu aku cubit aja tangannya. Tapi setelah itu aku langsung minta maaf. Bagaimana tips paling mudah dan caranya biar nggak emosi menghadapi anak-anak yang kadang bikin kita jengkel?
Banyak-banyak istigfar mbak. Tapi kadang saya juga tetap lepas kontrol. hhiikkss…
Saya pernah mengikuti anak-anak theraphy. Nama theraphy nya yaitu Art Theraphy. Di Terapi dgn melukis serta menggambar & memang bisa sedikit mengurangi inner child atau trauma mendalam pd diri si anak. Art Theraphy ini juga bisa utk dewasa seperti kita. Menghadapi anak-anak memang sih kadang suka memacu emosi tapi ya kita misti belajar jg mengatasinya. Dulu kan kita juga anak-anak.. memang ekstra berjuang ya mba
yap.. Art theraphy juga bisa dijadikan salah satu jalan untuk mengobati ini mbak.
memaafkan (masa lalu) memang terkadang sulit ya Mbak, tapi kita harus melakukannya agar tidak terkurung dengan perasaan dendam dan jadi emosi yang meledak-ledak gak jelas yaahh. Menulis juga emang benar bisa jadi satu cara self healing, setuju banget ini 🙂
Sulit mbak.. apalagi jika luka itu terlanjur membesar dan memborok. Harus segera disembuhkan dan itu perlu bantuan terapis. karena gak boleh sembarang orang mengoreknya karena jika tidak tuntas malah membuat luka baru.
Berarti pengalaman masa kecil dulu gak bisa dipungkiri akan selalu terbawa dan bersemayam di alam bawah sadar, sehingga suatu saat bisa saja mempengaruhi cara kita bersikap kepada anak?
Yap… kalau aku sangat merasa marahnya aku kepada anak-anak seperti saat ibuku marah kepadaku dulu.
Wah, aku harus lebih aware sama inner child ini nih. Masih ada trauma dimasa lalu dan malah jadi beban sekarang. Makasih mbak, artikelnya membukakan mataku.
iya mbak.. ini musuh utama dalam proses pengasuhan kita mbak
Wah mbak, aku baca ini jadi keingetan tulisanku yang lalu. Bahas tentang innerchild juga, soalnya aku memang udah ikut workshopnya. Dua hari full dibantai dengan mengingat dan akhirnya bisa berdamai dengan masa lalu 🙂
insyaallah aku minggu depan juga ikkut workshop dua hari full mbak dan mudah-mudahan bisa sembuh juga. aamiin…
Kasian ya mbak kadang liat anak kl udah dimarahin. Smg kita sebagai orangtua dapat mengatasi hal ini ya mbak, krn yang namanya anak2 mereka butuh diarahkan
iya mbak.. selalu saja sudah marah itu pasti menyesal
Sungguh suka aku sama postingan ini mbak. Foto ilustrasi yang mbak pakai juga selama ini aku kagumi dan aku sadar kalau it is easier to be children. Tapi gatau istilahnya. Ternyata inner child ya. Kalau aku, sungguh, merasa dewasa itu penuh tantangan dan inner child-ku pun perlahan memudar.
Alhamdulillah… kalau aku masih terus berjuang mbak
Aku suka menyesal kalau sudah marahi anak mba. Rasanya sedih banget kalau mengingat marah kita saat anak tertidur.
Banget mbak.. hiks…
Intinya deket sama Allah biar bisa terkontrol emosi sering istighfar juga,, nyesel bngt klo hbs berbuat itu kn y
Bener mbak.. tapi gak kalah penting kita harus membuat virus negatif itu mbak.