Hari ini adalah lebaran hari ketiga tapi pak suami sudah pergi ngantor seperti biasa. Lebaran kali ini memang sangat terasa berbeda, lebaran tanpa mudik.
Sebenarnya ini bukan kali pertama kami tidak mudik. Selama jadi perantau dan hidup nomaden delapan tahun ini. Empat tahun lalu, tepatnya lebaran tahun 2016. Tahun pertama di Medan, kami juga memutuskan untuk tidak mudik lebaran Idul Fitri.
Dikarenakan saat itu mertua Alhamdulillah dapat jatah kursi buat berangkat menjalankan ibadah haji. Jadi kami memutuskan untuk mudik saat idul adha saja, saat mbahnya anak-anak pulang dari Baitullah.
Waktu itu kami menjalani lebaran dengan shalat di masjid komplek, yang ternyata masih cukup ramai karena kebanyakan para tetangga punya orangtua dan saudara yang masih di wilayah Medan juga. Jadi kami bisa bersilaturahim dengan tetangga sekitar.
Selanjutnya kami habiskan waktu lebaran dengan jalan-jalan. Jalan-jalan keliling kota Medan dan ke bandara. Hehehe.. iya ke Bandara Internasional Kuala Namu. Maklum saking pengennya mudik liat bandara saja hati sudah senang.
LEBARAN KALI INI…
Sekarang? Kami pun memutuskan untuk tidak mudik juga. Namun, entah lebaran tahun ini terasa lebih menyedihkan. Dengan kondisi pandemi Covid 19 saat ini, lebaran terasa berbeda.
Kami hanya lebaran di rumah saja,tidak bisa kemana-mana. Bahkan pak suami memutuskan untuk shalat di rumah saja. Hiks, euforia lebaran jadi kurang terasa. Kemarin sempat keluar sebentar dan ternyata suasana di jalan pun begitu sepi.
IKHTIAR TERBAIK…
Tapi walaupun begitu kami tetap bersyukur. Yakin bahwa yang kami lakukan untuk tidak mudik adalah ikhtiar terbaik yang bisa kami lakukan untuk meminimalkan penyebaran Covid 19 saat ini.
Terlebih wilayah Sumatra Selatan, tempat tinggal orang tua dan keluarga besar kami berada di urutan pertama untuk wilayah Pulau Sumatra yang positif terjangkit penyakit Corona. Iya, saat ini sudah lebih dari 800 orang yang sudah positif terkena Covid 19. Sehingga wilayah Palembang (SumSel) melakukan PSBB yang cukup ketat.
Selain itu dengan tidak mudik kali ini adalah bentuk bakti kami juga. Mengingat orang tua kami yang saat ini sedang kurang fit (mertua punya kemarin kena stroke dan punya penyakit lainnya). Begitupun dengan ibu saya. Kami memang merasa sehat saat ini tapi tidak tahu mungkin saja kami bisa jadi carrier virus Covid 19 kepada mereka.
KEGIATAN ALA KAMI SAAT LEBARAN…
Jadi untuk mengobati kesedihan kami yang tidak bisa mudik, ini yang kami lakukan di rumah. Karena kami sadar, kami tidak sendirian. Ada banyak saudara dan teman lainnya yang melakukan hal yang sama seperti yang kami lakukan saat ini. Tetap no mudik, stay at home saja.
-
Shalat di rumah
Selama Ramadhan kemarin, kami putuskan shalat tarawih dan witir di rumah saja. Begitupun saat lebaran. Kami shalat Eid Fitri juga di rumah saja. Bersyukur syarat makmun minimal 3 orang itu pas banget dengan anggota keluarga kami. Jadi kami berempat bisa melakukan shalat ied di rumah saja.
-
Memasak menu khas lebaran
Untuk mengobati kangen dengan masakan ibu tercinta jadi lebaran kali ini saya pun memasak menu yang mirip dengan yang biasa ada di rumah ibu. Seperti lontong, rencang, sambal buncis ati, dan juga pempek. Alhamdulilah walaupun rasanya tidak sama tapi bisa sedikit mengobati rasa rindu suasana berlebaran di kampung halaman.
-
Silaturahim virtual
Bersyukur dengan adanya kemajuan teknologi dan sinyal yang bersahabat. Kami jadi tetap bisa silaturahim dengan orangtua, saudara dan teman dengan berkirim pesan di aplikasi chat dan media sosial. Bahkan kami juga melakukan video call.
-
Berbagi THR
Walaupun tidak bisa mudik, kami berusaha untuk tetap membagikan rezeki yang kami dapatkan kepada orangtua dan keluarga melalui transfer via bank. Ya walaupun tidak seberapa tapi ini bisa sebagai wujud syukur dan ungkapan rasa sayang kami kepada mereka.
Lebaran tanpa mudik. Meski sedih tapi tetaplah bersyukur. Semoga kita bisa melewati kondisi pandemi ini dalam keadaan sehat. Karena jika kita bisa tetap sehat, insyaAllah akan ada kesempatan di kemudian hari untuk bisa kembali mudik dan berkumpul dengan sanak saudara di kampung halaman tercinta.
6 Komentar. Leave new
Memang lebaran Idul Fitri tahun ini membuat kita tak bisa mudik tapi bisa mencari kegiatan lain bersama keluarga di rumah. Tak mudik bukan berarti tak asik ya kak…
Tapi aku sih sejak di Medan, sudah tak mudik lagi. Hampir sekitar 2 tahun deh ga mudik karena emang kampungnya di Medan.
Intinya meski tak bisa mudik, tetap asik kalau mencari dan membuat kesibukan bersama keluarga. Bisa masak bareng keluarga, contohnya. Atau mungkin berkebun sekalian belajar bersama anak anak.
Taqabbalallahu minna wa minkum, Dyah dan keluarga. Mohon maaf lahir dan batin yaa… semoga semua amal ibadah kita di bulan Ramadan kemarin diterima oleh Allah SWT dan kita jadi insan yang kembali fitri seperti bayi yg baru lahir. Amin
minal aidzin wal faidzin mohon maaf lahir dan batin, walau lebaran tak seperti biasanya tapi maknanya insyaallah selalu kita dapatkan ya mom… semoga ramadhan tahun depan dapat berkumpul dengan keluarga besar..aamiin
minal aidzin wal faidzin mba, taun ini sangat sangat berbeda dengan taun taun sebelumnya, nggak ada kunjungan kerumah sodara di luar kota, transportasi pun sudah ditutup total.
semoga cepat membaik
kami sampe berondok2 biar gk banyak org yg datang kerumah bayaaaaa. tahun ini memang luarbiasa Subhanallah nya kak.
Memang ada yang kurang lengkap kalo lebaran gak mudik. Meskipun bisa ketemu lewat video call, sungkeman lewat virtual ya ada “sentuhan” yang tak dapat dirasa.
Semoga lebaran tahun depan kita bisa bersua kembali dengan keluarga di kampung ya kak.. Aamiin