Sering kali kita mendengar banyak orang yang merasa salah mengambil jurusan saat mereka menempuh pendidikan terutama di bangku perguruan tinggi atau universitas. Beberapa karena merasa sudah terlanjur ‘tercebur’, memilih tetap menuntaskannya sampai akhir, tapi tidak bagi sebagian yang lebih memilih untuk menyerah di tengah jalan. Sebenarnya seberapa penting sih ijazah beserta gelar itu?
Membahas ini saya jadi teringat salah satu film dari negeri Bollywood yang cukup digemari para pegiat pendidikan. Ada yang pernah nonton 3 Idiots? Saya rasa sudah banyak orang yang menonton Film ini, saya rasa termasuk kamu. Ya… Film yang diperankan aktorΒ lawas Amiir Khan sebagai Rancho inilah yang saya maksud.
Bagi pembaca yang telah menonton 3 Idiots pasti tahu hikmah yang bisa diambil dari film tersebut. Rancho seorang pria dan kedua temannya yang sebenarnya jenius tapi mendapat label idiots hanya karena tidak terlalu sepaham dengan sistem belajar yang diterapkan di universitas tempat mereka menuntut ilmu. Mereka merasa sistem belajar itu semua membebani mahasiswa dengan target dan tujuannya yang ‘hanya’ sekedar lulus dan bisa diterima oleh perusahaan-perusahaan tanpa memperhatikan esensi dari ilmu pengetahuan itu sendiri. Sehingga para mahasiswanya hanya fokus pada materi pelajaran saja dan mengesampingkan kecerdasaan emosional dan skill serta passion yang dimiliki oleh para mahasiswa tersebut.
Hingga di penghujung film menceritakan ternyata Racho hanyalah orang yang menggantikan anak tuannya untuk belajar dan mendapatkan ijazah dari universitas itu. Tapi ternyata siapa yang lebih sukses? Jawabannya adalah Rancho. Walaupun gelar dan ijazah diambil anak tuannya tapi tidak dengan ilmu yang dimiliki Rancho.
Di sini saya bukan mau mengganggap remeh orang yang mempunyai ijazah dan gelar yang berderet ditambah lagi lulusan dari universitas ternama. Bukan! Tapi di sini saya mau mengajak para orang tua untuk tidak hanya fokus hanya ke akademik anak-anak saja.
Pak habibie contohnya dengan gelarnya yang berderet ternyata memang memiliki ilmu yang benar-benar sesuai passionnya dan teraplikasikan dengan baik oleh beliau. Begitupun denganΒ Adamas Belva Syah Devara Β co-founder dan CEO dari startup yang bergerak di bidang pendidikan (edutech) Ruangguru yang menjadi staf khusus kepresidenan yang berhasil meraih gelar ganda, yaitu MBA (Master of Business Administration) Stanford University dan Harvard University dengan jurusan Public Policy.
Tapi ada contoh yang bertolak belakang, salah satunya adalah Bill Gates yang merupakan CEO microsoft dan termasuk orang yang paling kaya di dunia adalah orang yang pernah di drop out dari kampusnya. Hal tersebut terajadi juga pada Oprah Winfrey yang dikenal cerdas dan pandai berbicara di depan publik bahkan tidak pernah menyelesaikan kuliahnya. Tapi dia mampu jadiΒ pemilik media, pembawa acara, aktris, dan produser terkenal di Amerika.
Ya… Mau punya ijazah/gelar atau tidak itu bukanlah masalah. Yang diperlukan adalah ilmu dan skill. Tapi sedihnya masih banyak pihak yang ‘mendewakan’ gelar dan ijazah. Contohnya sajaΒ cpns, BUMN ataupun perusahaan hanya menerima pegawai bergelar minimal strata 1 bahkan ada yang sampai mensyaratkan IPKnya harus diatas 3,25.
Dengan dalih inilah makin banyak orang yang membeli ijazah palsu ataupun mencontek saat ujian demi bisa mendapat nilai yang besar. Padahal ilmu dan skillnya nol besar. Sungguh sangat disayangkan. Nah, sebagai orang tua tentunya saya tidak mau ini terjadi pada anak-anak saya kelak.
Dimulai dari diri saya sendiri dan suami sebagai orangtua untuk tidak menekan anak untuk mendapatkan juara atau nilai besar. Yang kami lakukan adalah memotivasi. Perlu dibedakan antara menekan dan memotivasi ya.
Kalau menekan biasanya bersifat harus misal dengan anak dileskan ke sana kemari padahal anaknya tidak mau, di rumah disuruh belajar lagi, dan jika mendapat nilai tidak sesuai keinginan orangtuanya anak tersebut akan dimarahi. Duh, jangan heran ya kalau anaknya nanti sampai anak yang stress bahkan bunuh diri. STOP! Jangan lakukan itu.
Apakah saya terlalu lebay? Saya rasa tidak, karena beberapa kali saya liat realita yang terjadi di sekitar saya. Yang paling baru ketika saya menonton video yang viral beberapa waktu lalu di sosmed. Anak kelas 2 SD dimarahi ibunya hanya karena dia mendapat peringkat 3 padahal sang ibu maunya anaknya mendapat peringkat 1. Andai sang ibu sadar, prestasi anak itu bukan hanya sekedar yang tertulis di rapot ataupun ijazah, tapi anak juga bisa berprestasi dalam hal lain misal robotik, olahraga, menulis, dan lainnya.
Padahal jika ingin anak sukses dan berprestasi, tugas kita sebagai orangtua adalah memotivasi dengan menjelaskan alasan kenapa mereka wajib belajar salah satunya bisa dengan kisah Rasulullah yang mendapatkan wahyu pertama, manfaat dari ilmu dan skill yang sebaiknya dimiliki oleh setiap orang, mengarahkan dengan berbagai opsi yang bisa mereka pilih dan mendukung serta memfasilitasi passion yang menonjol dan yang bisa mereka jalani semua itu dengan enjoy. Jika hasil belum sesuai harapan tetap beri mereka semangat dan apresiasi bukan malah menjatuhkan harga diri dan meremehkan usaha yang sudah mereka lakukan.Β
Ketika anak sudah mengenal maunya apa, tidak akan ada lagi yang salah mengambil jurusan ketika kuliah. Ketika anak sadar ilmu itu berguna bagi dirinya, mereka tentu tidak anak pernah belajar demi mengejar nilai semata. Ketika anak tahu passionnya lebih kuat dimana, maka skill yang mereka punya akan terus mereka asah.
Walaupun tidak menutup kemungkinan hal ini cukup berat buat dilakukan. Apalagi jika di masyarakat masih dominan menanyakan peringkat dan nilai saat anak-anak pembagian rapor. Tapi yakinlah ketika anak mempunyai kesadaran tinggi, mereka akan belajar bukan karena karena ijazah dan nilai semata tapi karena memang ingin mendapatkan ilmu. Mereka akan lebih sukses dari yang sekedar mencari angka saja. Toh, mencari uang itu bukan hanya jadi pekerja saja tapi juga dengan wirausaha dan orang yang mau berwirausaha tentu harus punya ilmu dan skill bukan sekedar nilai semata.Β
Kalaupun jadi pekerja, di dunia kerja yang mengharuskan mempunyai gelar saat melamar tetap saja semua akan tersaring. Yang punya kemampuan lebih tentu akan lebih cepat melesat walaupun kenyataannya gelar dan nilainya di ijazah lebih rendah daripada yang lain.
Bahkan tidak menutup kemungkinan banyak juga yang akhirnya bekerja yang tidak sesuai dengan gelar yang mereka punya. Seperti saya salah satunya cekgu yang akhirnya bekerja jadi blogger dan penulis. Hehehe…. Tapi Alhamdulillah tidak merasa salah jurusan karena sebagian ilmu masih bisa diaplikasikan buat mendidik anak-anak di rumah. Kalau kamu?
15 Komentar. Leave new
Memang betul mbak ijazah bukan segalanya, tapi ada kalanya dimana kita bersosialisasi kemasyarakatan jangan sampai membuat kita jadi mundur perasaan, dikarenakan setiap manusia berbeda sudut pandang mengenai hal ini.
Saya lulusan komunikasi jurnalistik, namun akhirnya sudah 8 tahun kerja di bidang perbankan. Dan baru beberapa tahun kembali mengasah kemampuan menulis.
Saya malah mengalami proses melamar pekerjaan tanpa melihat ijazah saya sebelumnya. Kalau dibilang salah jurusan, malah nggak. Tetapi softskill yang lebih melengkapi dibandingkan hanya peringkat dan nilai saja.
Anak-anak kita, khususnya generasi alpha sudah gak jaminan gelar-gelaran lagi mba. Zaman mereka otak kanan yg lebih diunggulkan. Semoga anak-anak kita bertumbuh menjadi anak-anak yg kreatif dan inovatif, terlepas ada tidaknya gelar pendidikan mereka nanti.
Memang gelar bukanlah segalanya tapi sekarang cari kerjaan kalau tidak punya gelar atau keahlian juga susah jadi upgrade diri itu penting biar nggak ketinggalan hehe
Itulah kesalahan pola pikir masyarakat, masih menganggap orang yg bergelar lebih ahli dari yang tidak ada gelar, padahal belum tentu dia lulus kuliah lalu ahli dibidang tsb, karena masih banyak orang yg lulus kuliah itu selama kuliah nyontek.
Daku juga gitu nggak sesuai jurusan kak, dan enjoy aja dengan semua itu, karena ternyata sesuai passion hihi
Film 3 Idiots memang penuh dengan pesan moral khususnya untuk sistem pendidikan saat ini, banyak yg hanya mengejar nilai dan gelar namun mengesampingkan passion dan skill.
Sistem pendidikan yg selama ini berjalan hanya membentuk dan mempersiapkan SDM menjadi seorang pegawai yg memerlukan gelar, bukan menyiapkan tiap individunya untuk menjadi seorang startup, wiraswasta, atau menjadi “seorang ahli” di bidangnya (meskipun ada beberapa orang yang sukses menjadi “ahli di bidangnya” seperti Bapak B J Habibie). Semoga saja sistem pendidikan di Indonesia menjadi semakin baik ya mbak dan sekolah menjadi tempat untuk siswa mengembangkan kemampuannya/skill masing-masing ?
Aku pernah dong nonton film yang mbak sebutin itu. Memang film bagus sih. Dan aku juga setuju dengan segala statementnya mbak. Banyak kok yang kemudian menekuni pekerjaan yang tidak relevan dengan gelarnya.
Saya juga setuju, kalau gelar bukanlah segalanya π
Di tempat saya, ada yang memang gelarnya bagus dan pintar serta pekerja keras, tapi ada juga yang nggak punya gelar, cuma lulusan SMA, tetap saja pintar dan pekerja keras. Jadi nggak bisa 100% hanya dilihat dari gelar, namun perlu di-check juga ilmu serta skill apa yang dipunya, plus pengalaman pun akan bicara π
Biasanya kalau pengalamannya banyak meski dari segi gelar lebih rendah, tetap akan dipertimbangkan karena sekarang ini juga banyak company yang nggak begitu menjadikan gelar sebagai tolak ukur utama. Semoga ke depannya, nggak ada lagi orang tua yang hanya fokus pada peringkat maupun gelar. Kalau bisa, fokus juga pada pengembangan karakter dan kemampuan individu anaknya π
Setahu saya Oprah akhirnya menyelesaikan kuliah dan dapat ijazah
Karena tidak mudah mempelajari ilmu tanpa guru dan tanpa test utk mengetahui sejauh mana ilmu telah berhasil diserap
Setahu saya Oprah akhirnya menyelesaikan kuliah dan dapat ijazah
Karena tidak mudah mempelajari ilmu tanpa guru dan tanpa test utk mengetahui sejauh mana ilmu telah berhasil diserap
Setuju? π
Terus terang aku merasa salah jurusan, namun kegiatan luar kuliah yang kuikuti justru membawaku sampai aku kerja kantoran dan bekerja freelance kek skrng. Jd kyknya aku percaya bahwa segala sesuatu ke mana aku melangkah tuh alasannya pasti ada, sudah diatur-Nya. Perkara passion kyknya sampai skrng pun msh berjuang melakukan apa aja yang bikin bahagia. Trus pastinya segala sesuatu gk ada yang sia2. Yg penting semangat trus hihii π
Wahh aku nonton lho 3 idiot ini..
Filmnya emang keren…
Memang yg penting itu skill ya
Saya termasuk yang santuy dengan pencapaian akademis anak. Meski tetap dimotivasi agar mendapatkan hasil terbaik tapi jadi juara bukan tujuan akhirnya.
Ulasan yang menarik, Mbak..Miris mengamati pembeitaan di luar sana bagaimana orang tua menekan anaknya terkait prestasi hingga anaknya berbuat hal yang fatal. Hiks