Bicara masalah kekerasan berbasis gender, sangat erat kaitannya dengan kekerasan terhadap anak. Informasi yang saya peroleh dari hasil webinar 15 “Anti Kekerasan Berbasis Gender” yang diadakan oleh Cerdas Berkarakter Kemdikbud RI, membuat saya sangat tercengang dan sadar bahwa kekerasan terhadap anak ini tidak boleh kita sepelehkan.
Informasi yang diungkapkan salah satu narasumber yaitu Ibu Gisella Tani Pratiwi selaku psikolog anak dari Yayasan Pulih seharusnya bisa membuka mata dan hati kita. Setidaknya hanya dalam kurun waktu 7 bulan saja, ribuan anak menjadi korban kekerasan (data lengkapnya bisa dilihat di bawah ini).
Fenomena Gunung Es
Data di atas hanyalah sebagian kecil dari kasus kekerasan terhadap anak yang terungkap di publik. Faktanya fenomena ini seperti gunung es yang hanya nampak bagian atasnya saja. Selain data tersebut, sebenarnya ada sangat banyak anak-anak lain yang mengalami kekerasan.
Hanya saja kasus tersebut belum terungkap karena berbagai alasan, seperti: rasa malu atau aib personal maupun keluarga, ketidaktahuan harus melapor kemana, ketakutan karena ancaman, atau alasan lainnya. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyatakan kekerasan pada anak selalu meningkat setiap tahunnya.
Berdasarkan data di atas menyatakan, sebagian besar anak-anak mengalami kekerasan di lingkungan rumah dan sekolah. Itu artinya orang terdekat anak yang seharusnya memberikan rasa aman dan nyaman malah melakukan kekerasan kepada mereka. Miris bukan? So parents, jangan sampai kita menjadi salah satu pelakunya.
Jenis-Jenis Kekerasan Terhadap Anak
Kekerasan terhadap anak ini memang tidak memandang gender, semua bisa menjadi korban. Hanya saja bisa kita lihat dari data yang paling atas, anak perempuan lebih rentan menjadi korban dibandingkan anak laki-laki. Karenanya kekerasan terhadap anak menjadi sangat erat kaitannya dengan kekerasan berbasis gender. Apa saja jenis kekerasan tersebut? Bisa dilihat dari infografis di bawah ini.
Nah, menurut saya selain keempat jenis kekerasan di atas. Ada satu kekerasan lagi yang muncul di zaman serba online ini yaitu kekerasan digital. Konon selama masa pandemi angka kekerasan digital ini semakin bertambah.
Kekerasan digital terjadi akibat dari penyalahgunaan penggunaan teknologi seperti melecehkan, menguntit, mengintimidasi anak, dsb secara online biasanya terjadi di media sosial. Maka, sebaiknya orangtua tidak mengizinkan anak di bawah umur untuk memiliki akun pribadi di media sosial dan memegang gawai tanpa adanya pengawasan dari orangtua.
Ayo, Bergerak!
Kenapa anak rentan mengalami kekerasan? Setidaknya menurut Ibu Gisella Tani Pratiwi ada 4 alasan, yaitu : pola pikir anak yang sederhana, anak dianggap objek/hak milik, ketimpangan gender, serta sikap permisif dan kurang memahami konsep kekerasan terhadap anak (KTA).
Sehingga sebagai orang tua, saya ingin mengajak para parents untuk turut serta melawan KTA. Caranya bisa dengan melakukan hal-hal berikut ini.
- Belajar mengenai pola asuh positif dan tidak bersikap patriarkis.
- Memberikan kesempatan kepada anak mengembangkan potensi dan mengekspolasi emosi.
- Mengedukasi anak mengenai hal yang berkaitan dengan KTA.
- Memberikan perlindungan dan rasa aman pada anak.
- Menghubungi pihak berwajib dan memberi akses kebutuhan anak jika menemukan kasus KTA ini.
- Mendukung penerapan sistem peradilan dan perlidungan yang berpihak pada kepentingan anak.
Bagaimana parents, sudah siap bergerak? Tunjukkan aksi nyata kita. Ayo kita lawan kekerasan terhadap anak! Oh ya, yuk simak video ini, agar parents bisa tahu lebih banyak tentang gerakan anti kekerasan berbasis gender.
92 Komentar. Leave new
Bener banget kak, anak-anak rentan terhadap kekerasan. Semoga dengan adanya webinar dari Kemdikbud ini banyak orang sadar.
Hiks.. iya. Sebagai ibu, rasanya miris dengan kenyataan dan data yang ditayangkan di webinar ini.
Wah banyak banget ya korbannya. Itu yang terdata loh. Bagaimana yang tidak terdata? Kemarin anak tetanggaku juga abis dipukul sama sandal di kepalanya. Miris banget lihat orangtuanya. Akhirnya anaknya dimasukkan pesantren. Ga lama kemudian, pasangan suami istri itu bercerai. Sedih deh.
Ya Allah.. hiks. Sedih banget mas. Makanya kubilang ini seperti gunung es. Yang nampak atasnya saja. Padahal bagian bawahnya lebih besar dan luas. Begitu pula dengan data, segitu yang muncul di publik. Tapi kenyataannya jauh lebih banyak yang belum terpublikasi.
Sedihnya lagi, seringkali ada masalah suami istri yg tapi anak-anak yang malah jadi korban.
Hiks, kasihan ya kekerasan terhadap anak. Pasti anak yang jadi korban pada akhirnya
Fenomena gunung es banyak terjadi ya, apalagi permasalahan kekerasan pada anak yang sebisa mungkin harus ada pencegahan agar tak terjadi lagi
Yap, setuju kak. Dan mari kita mulai dari rumah kita sendiri
Yups bener mbak, dari lingkungan terdekat dengan kita. Karena lewat rumah dan sekitarnya dimulainya pendidikan agar nggak ada lagi hal yang tak diinginkan tersebut terjadi ya
Harusnya beginilah orangtua, mendampingi dan mendukung apapun yang menjadi minat si anak asalkan masih dalam koridor positif. Mirisnya sekarang banyak banget orangtua yang bersikap patriakis dalam mengasuh anak ya. Aku sebagai calon ibu di masa depan, semoga bisa tersadarkan dan menemukan pola asuh yang sesuai dan positif. aamiin
Aamiin ya Allah, tidak ada salahnya belajar parenting mulai dari sekarang mbak sebagai modal menjadi orangtua nanti.
Tanpa sadar kadang kita melakukan kekerasan terhadap anak terutama dalam hal verbal. So harus saling mengingatkan biar tidak keterusan
ah iya ni…
kadang emosi suka kurang terkontrol
lalu keluarlah verbal verbal yang menyakitkan,, ahh jadi merasa berdosa
Hiks, iya banget. Makanya mesti sering-sering saling mengingatkan ya mbak.
Hiks betul mbak kadang mulut ini dengan mudahnya bilang nakal…harus banyak latihan nih buat ngerem ucapan yang bisa menyakiti anak
Betul mbak
Pernah terjadi keluarga ku.
Udah ku sampaikan kalau bisa dg ketenangan menghadapi anak. Mengapa harus dg cara verbal.
Semoga banyak orangtua yang sadar kalau anak perlu dilindungi ya, kadang tanpa sadar mereka melakukan kekerasan ya.
Aamiiin… jadi catatan dan pelajaran buat kita semua para orangtua. Supaya lebih banyak lagi belajar, jangan sampai tanpa kita sadari, kita sudah sering melakukan kekerasan terhadap mereka, anak-anak kita.
Betul sekali mbak, makanya pentingnya belajar dan terus belajar. Agar kita bisa selalu ingat segala hal yang baik untuk anak-anak.
iyaa mbak.. menjadi orangtua itu gak ada hentinya masa belajarnya yaa. Postingan seperti ini pastinya sangat bermanfaat, untuk mengingatkan kita semua.
Iya mbak, kadang apa yang kita lihat baik baik saja belim tentu baik bagi si anak. Komunikasi dengan anak itu penting banget..
Sebelum akhirnya menyesal setelah melakukan hal tsb pada anak ya mbak.
Kalau masih bisa dg cara halus mengapa dg cara kasar?
Setuju, Mbak. Data-data di lapangan memang mencengangkan, bahwa ternyata pelaku kekerasan terhadap anak adalah orang terdekat. Anakku pernah jadi korban kekerasan, dipukul oleh temannya bahkan diancam menggunakan silet. Ini versi cerita anakku. Sempat minta pindah sekolah saja karena takut. Akhirnya berbicara sama kepala sekolah untuk cari solusi. Dibicarakan dengan wali kelas dan ortu, akhirnya anakku percaya diri setelah ikut bela diri. Bisa dapat prestasi, bia berani melawan kalu mendapat ancaman. Tapi ga cukup segitu sih. Yang paling penting adalah support system lingkungan sekitar. Jangan menyepelekan, apalagi kalau anak yg jadi korban terbilang pendiam. Bisa bahaya. Bagus Kemendikbud punya program kepedulian untuk lawan kekerasan dengan kesadaran sejak dini.
Setuju Pak, program edukasi seperti ini jadi mensosialisasikan juga agar tak ada lagi kekerasan pada anak terjadi
Syukur kejadian kekerasan itu ketahuan ya mas. Jadi bisa segera diatasi baik dari segi korban maupun lingkungan. Sedihnya tuh banyak kejadian begini gak ketahuan. Kekerasan makin merajalela
selain itu dukungan orang tua juga perlu ya mas
haru mengajari upaya perlindungan diri kepada anak sedini mungkin
makanya perlu adanya kepedulian dari semua orang. Entah itu pemerintah, masyarakat, polisi, camat, lurah, pemuka agama dan bahkan tetannga sekalipun yang saling sinkronisasi dan kolaborasi dalam masalah ini. Sosialisasi berkelanjutan itu perlu. Jika terjadi kekerasaan disekitar kita ada baiknya langsung di laporkan
Yap, semua aspek dalam masyarakat bersinergi InsyaAllah kekerasan berbasis gender dan kekerasan terhadap anak bisa diatasi ya bang
Fenomena kekerasan terhadap anak ini memang dilema khususnya buat saya sendiri. Jujur saya masih blm bisa sabar dalam menghadapi anak semata wayang. Bagaimana kalau anaknya banyak ya…
Iya kak, makanya dari artikel ini saya ingin mengingatkan diri sendiri dan orangtua lainnya untuk tidak melakukan kekerasan terhadap anak. Ya setidaknya kita belajar dan berjuang untuk jadi ortu yang baik bagi mereka.
Merinding aku Mbak baca data²nya. Angkanya ribuan tuh yg terdata/ lapor. Mudah²an semakin peduli ya kita spy dpt dicegah. Seringnya kan pada cuek, apalagi kalo ortu yg melakukan kekerasan ke anak sendiri…Hiks…
iya mbak, yang terdata aja udah ribuan kan? apalagi yang belum terdata, pasti berkali lipat lagi.
Aku agak ter-jleb berasa bersalah jangan-jangan aku sendiri suka ngelakuin kekerasan thd anak ?
Tapi benar yang dikatakan di atas, anak-anak seringkali jd korban tanpa ada yang bantu, orang cenderung membiarkan alih2 nggak mau ikut campur, di Indonesia ini ngga sedikit kasus kekerasan pada anak mulai verbal, fisik, psikis dan tenaga juga yang dipaksa kerja sejak usia dini.
HIks, semoga gak kak. Aku juga gitu kalau kekerasan fisik mungkin masih bisa kita tahan, tapi yang rada sulit itu kekerasan verbal misalnya membentak. sedih ya rasanya.
Yupss.. bener banget, kalau kita sama-sama bergerak, Insya Allah bisa. Postingan blog ini pun bisa jadi salah satu cara untuk mengedukasi masyarakat supaya sama-sama melawan kekerasan terhadap anak.
Saling mengingatkan mbak, tulisan ini juga buat reminder diriku sendiri.
kekerasan terhadap anak memang bahaya banget
bisa membekas, menumpulkan disorientasi, trauma, gangguan psikologis
sepasang suami istri harus saling menjaga agar emosi tak berbuah gerakan tangan
Ah, begitulah bang. Bekas luka fisik mungkin bisa hilang tapi luka batin itu yang sulit. apalagi jika tidak segera diatasi karena memang tidak nampak lukanya.
ah iya, ini femomena gunung es…
harus banyak yg bergerak memutus rantai kekerasan pada anak ini
Sudah tentu iya bang, Jangan sampai semakin banyak kasus kekerasan terhadap anak dan kekerasan berbasis gender ini terjadi lagi.
Pelecehan seksual dan penelantaran ini jadi yang paling mengerikan.
Padahal anak kan anugerah. Banyak yang sulit punya momongan. Bukannya dijaga dan dirawat dengan penuh kasih sayang, malah diperlakukan nggak pantas ?
Begitulah mbak, sedihnya terkadang penelataran ini bukan hanya terjadi pada orangtua yang berpenghasilan rendah tapi juga yang berpenghasilan tinggi. Mereka kira anak cukup dikasih duit. padahal anak juga butuh kasih sayang.
Kekerasan pada anak ni beneran seperti puncak gunung es, karena sering kali lingkungan saat melihat ada orang dewasa yang melakukan kekerasan pada anak, dinilainya (selalu) gerakan mendisiplinkan. Padahal, ada aja yang memang murni kekerasan.
Apalagi seringkali ada masalah suami istri yang jadi korban malah anak ya mas.
Suka sedih menonton berita yang dipenuhi dengan penganiayaan terhadap anak-anak. Yang bisa saya lakukan hanya awareness kepada teman dan saudara saja mengajak mereka supaya lebih baik lagi kepada anak-anak
yap, saling mengingatkan ya mbak. bisa melalui lisan maupun tulisan. Setidaknya ada aksi nyata kita melawan kekerasan terhadap anak ini.
Sebagai ibu kadang suka merasa bersalah jika terlalu keras pada anak, kadang dengan alasan untuk mendidik tapi terlalu keras, smeoga lebih aware dengan hal ini
Makanya pentingnya kita belajar parenting/pola asuh yang baik dan positif. Walaupun berat tapi semua butuh proses.
Alhamdullilah, KPPPA semakin gencar mengedukasi parents
Kemajuan digital juga sangat membantu ya, agar sebagai parents kita gak boleh menganggap anak sebagai milik kita
Iya mbak, dengan adanya edukasi ini semoga bisa menekan kejadian kekerasan terhadap anak
Bener banget kak, anak-anak rentan terhadap kekerasan. Bahkan kekerasan yang terjadi malah dari orang terdekat. Semoga dengan adanya webinar dari Kemdikbud ini banyak orang sadar.
Iya kak, sedih ya ternyata yang menjadi pelaku kekerasan malahan orang terdekat dengan korban (anak).
Anakku yang cewek juga pernah mbak, bukan kekerasan sih tapi lebih ke arah memerintah memerintah gitu sopah olah dia berkuasa. Untunglah anakku berani melawan. Jadi tidak diperlakukan seperti itu lagi.
Jadi emang perlu juga mengajarkan anak untuk mempertahankan diri sendiri ya mbak. Biar gak diperlakukan semena-mena oleh orang lain
Mengerikan sekali ya Mbaaaa
Tiap pihak memang kudu kerjasama, bahu membahu, saling berkontribusi untuk menghadirkan lingkungan yg ramah anak.
Semangaattt
Yap, betul banget mbak. Ini tugas semua pihak. Mulai dari unsur terkecil salam masyarakat yaitu keluarga sampai ke pemerintah
Pengetahuan yang wajib banget disosialisasikan. Karena kekerasan dan salah asuh bisa melahirkan efek atau gangguan psikis yang membahayakan. Terutama untuk anak. Semua bermula dari lingkungan dan lingkaran keluarga dulu
Jangan sampai pola asuh yang salah ini nanti kita tularkan pada anak untuk mendidik anak-anaknya kelak. Hiks, serem banget. Makanya tugas kita memutuskan mata rantai ini
Kerjasama lintas lembaga begini bagus sekali ya untuk bersama-sama melawan kekerasan gender pada anak. KPAI, Kemenppa, dan Kemendikbud. Ayo kita lawan kekerasan gender terhadap anak
Ayo, semua bergerak. Tunjukkan aksi nyata kita melawan kekerasan berbasis gender dan kekerasan terhadap anak.
Sebagai orang tua saya harus belajar Gimana caranya membuat anak merasa nyaman dan aman. Juga mungkin lebih peduli lagi kepada sesama terlebih teman-temannya untuk ikut menjaga dan mengawasi. Tapi memang semuanya berawal dari keluarga ya mbak.. semoga kita menjadi orang tua yg bijak. ^^
Ngomong soal kekerasan, aku pernah berantem sama ibu ibu di jalanan,
anaknya usia belum 2 tahun, dia gendong tapi sambil dipukulin .. astaghfirullaaaah
ya memang punya anak itu ujian luar biasa tapi ya ga gitu juga kali ya
Hiks, begitulah mbak kadang sedihnya kita mau ngingetin eh mereka bilang kita gak ada hak soalnya itu anak mereka
Duh…bacanya aja mencelos. Anak 2 tahun gitu lho. Memang ya aku sering liat juga sih, Mamah-mamah engga sabaran, anak dibentak-bentak depan umum. Atau anaknya banyak nanya, dimarahin disuruh diem. Padahal dijawab aja kenapa?…Wong nanya biasa…
Kekerasan pada anak ini bikin merinding kl liat data2nya. Itu tetanggaku nggak ngasih makan anaknya sebukan krn anaknya mencuri uang ibunya. Anaknya masih SD. Untung ada mbahnya yg kasih makan. Miris bgt kl liat perlakuan ortu yg kejam mendidik anak gini.
Semoga webinar kemdikbud bisa makin mengedukasi masyarakat ya mbak.
Ya Allah.. sebulan mbak? Lama banget.
Ternyata cukup tinggi jumlah korban kekerasan pada anak tersebut. Kasihan juga ya, padahal jelas anak ini harapan bangsa kita nanti.
Bahay sekali memang kalu sudah terjadi kekerasan pada anak. Dapat berakibat fatal pada mental anak pula.
Apalagi sudah banyak kasus sampai anak terbunuh.. Na’udzubillah min dzalik
Yap kekerasan itu bisa menimbulkan luka fisik dan psikis. Serem ya mbak
banyak nih yang org tua nggak krasa klo udh melakukan kekerasan secara psikis
moga kita nnti ga jadi org tua yang melakukan kekerasan2 ini ya mbak saayy
Iya mbak, mesti banget jaga biar marah gak main fisik. Saya juga terus belajar dalam hal ini. Biar bisa selalu ingat
Ternyata menurut data malah di lingkungan keluarga lah angka terbanyak kasus kekerasan pada anak. Keluarga yang seharusnya menjadi benteng perlindungan anak ternyata malah sangat rentan menjadi penyumbang angka kasus kekerasan pada anak. Thanks informasinya mba, membuat para orang tua jadi semakin aware dan semakin belajar bagaimana mengurus dan mendidik anak dengan baik
Iya mbak, kenyataan memang seperti itu. Orang terdekat dengan anak yang malah menyiksa mereka
Miris sekali mendengar anak yang sejatinya adalah titipan Allah harus menerima perlakuan berupa kekerasan. Kerjasama berbagai pihak sangat diperlukan untuk menangani hal ini. Semoga Pemerintah terus mendukung gerakan lawan KTA ini ya kak.
InsyaAllah pemerintah akan terus melawan kekerasan berbasis gender dan kekerasan terhadap anak ini kak. Dyah yakin itu.
Semoga kita menjadi orang tua yang gercep ya dalam mengantisipasi kekerasan gender pada anak2, lindungi anak2 kami ya Allah…
Aamiin ya Allah, bener kk butuh gerak cepat agar tidak semakin banyak korban apalagi di masa yang semakin sulit ini
Kadang liat tetangga yg di marahi dan di pukul orang tuanya… Huhu
Hiks, begitulah bang. Banyak sekali kejadian yang ternyata dekat sekali dengan kita
Kebanyakan anak-anak korban kekerasan orang tua, akibat hubungan orang tua yang tidak akur. atau akibat ibu yang sering dirundung oleh suaminya akan balik membalas merundung anaknya.
Ini dia salah satu tali merahnya kk. Kekerasan berbasis gender (suami ke istri) bisa juga menyebabkan kekerasan terhadap anak.
Ternyata cukup tinggi jumlah korban kekerasan pada anak tersebut. Kasihan juga ya, padahal jelas anak ini harapan bangsa kita nanti.
Begitulah adanya bang. Setidaknya ada 4 alasan seperti yang diungkapkan di artikel, kenapa anak-anak mudah sekali menjadi korban kekerasan
Akutuh suka sebel sekaligus miris kalau denger ada kekerasa pada anak.
Koo ada soh orang semacam itu. Anak kan anugerah, patut disayangi dan dirawat sepenuh. Bukan malah dikasari
Beberapa kali ikut webinar tentang kekerasan berbasis gender dan kekerasan pada anak, rasanya selalu merinding. Tempat yang kita kira aman pun ternyata justru menjadi lokasi kekerasan ?
Itu data tahun 2012 kan yaa, miris sih kalau dilihat kekerasan terhadap anak malah sering terjadi di lingkungan keluarga yang seharusnya lingkungan tersebut jadi tempat berlindung dari kerasnya dunia luar. BTW kalau di tahun 2020 ini keknya lebih banyak di lingkungan sekolah sih.
Saya berpikir malah sebaliknya kk, di tahun ini ada peningkatan. Soalnya kan anak-anak full di rumah. Sudah beberapa kali kejadian orangtua menyiksa bahkan membunuh anaknya konon alasannya karena pembelajaran daring. Tapi itulah realitanya kak, aku aja mesti banyak istighfar menghadapi anak-anak yang full seharian di rumah. …
Dari dulu kasus kekerasan terhadap anak enggak berakhir, ya. Malah diam-diam makin banyak. Semoga kita menjadi orang tua baik dan benar. Tidak melampiaskan emosi ke anak-anak.
Mirisnya, keluarga mengambil jatah lebih tinggi dari lingkungan lainnya. Padahal sejatinya keluarha adalah yang paling bisa merangkul dan tempat ternyaman bagi anak2 ya.
Dampak dari kekerasan itu, dalam bentuk apa pun, akan tertinggal dalam diri anak untuk waktu yang sangat lama. Makanya butuh perhatian semua pihak mengenai kekerasan ini ya, dan sebisa mungkin kita juga mesti mulai dari rumah sendiri