Bicara soal FTM VS WM itu gak ada
matinya. Apa sih FTM? Itu loh
kepanjangan dari Full Time Mom bahasa kerennya dari ibu rumah Tangga. Sedangkan
WM itu sendiri kepanjangan dari Working
Mom atau ibu pekerja. Setiap dibahas
pasti banyak menimbulkan pro kontra dan hasilnya bikin suasana rame dan jadi
gak nyaman.
matinya. Apa sih FTM? Itu loh
kepanjangan dari Full Time Mom bahasa kerennya dari ibu rumah Tangga. Sedangkan
WM itu sendiri kepanjangan dari Working
Mom atau ibu pekerja. Setiap dibahas
pasti banyak menimbulkan pro kontra dan hasilnya bikin suasana rame dan jadi
gak nyaman.
Terlebih lagi jika itu dibahas di sosmed, duh pasti jadi rame sama
halnya jika kita membicarakan sufor vs ASI, homeschooling vs sekolah formal,
dan bahasan pro kontra lainnya. Padahal sebenarnya kalau di sosmed jangankan
hal krusial seperti ini, masak pake gula dan gak pake gula aja bisa jadi bahan ‘pertikaian’
di antara dua kubu jika tidak disingkapi secara bijak. Tul gak?
halnya jika kita membicarakan sufor vs ASI, homeschooling vs sekolah formal,
dan bahasan pro kontra lainnya. Padahal sebenarnya kalau di sosmed jangankan
hal krusial seperti ini, masak pake gula dan gak pake gula aja bisa jadi bahan ‘pertikaian’
di antara dua kubu jika tidak disingkapi secara bijak. Tul gak?
Jika kita bisa memandang dari
kedua sisi antara pejuang FTM dan WM, mereka semua adalah ibu yang mempunyai
suka dukanya masing-masing. Gak percaya? Akan saya kupas sedikit.
kedua sisi antara pejuang FTM dan WM, mereka semua adalah ibu yang mempunyai
suka dukanya masing-masing. Gak percaya? Akan saya kupas sedikit.
Para pejuang FTM sering kali
menerima cibiran, karena seperti ‘orang bodoh’ yang sudah sekolah tinggi dan
punya ijazah tapi ujung-ujungnya cuma di dalam rumah saja. Itu yang sangat
sering saya dengar. Tak jarang juga diremehkan dianggap katak dalam tempurung
yang tahunya cuma urusan tiga ur (kasur,sumur dan dapur). Ngenes gak sih?
Padahal kebanyakan dari mereka memutuskan untuk di rumah karena alasan anak dan
suami.
menerima cibiran, karena seperti ‘orang bodoh’ yang sudah sekolah tinggi dan
punya ijazah tapi ujung-ujungnya cuma di dalam rumah saja. Itu yang sangat
sering saya dengar. Tak jarang juga diremehkan dianggap katak dalam tempurung
yang tahunya cuma urusan tiga ur (kasur,sumur dan dapur). Ngenes gak sih?
Padahal kebanyakan dari mereka memutuskan untuk di rumah karena alasan anak dan
suami.
Itu yang terjadi pada saya
pribadi. Sebelum menikah sampai Auni anak pertama kami lahir, saya masih
menjalani rutinitas menjadi guru. Tapi semenjak saya hamil, suami mendapat
surat promosi yang mengharuskannya pindah ke kota lain. Menjalani kehamilan
dengan status LDM sangat tak mudah hingga akhirnya setelah dua bulan
melahirkan, saya memutuskan untuk resign dan ikut suami merantau. Di perantauan
bukannya saya tak pernah mencoba melamar kerja kembali tapi setiap memasukkan
lamaran dan ikut tes, ketika mata memandang si kecil Auni airmata meleleh
membayangkan ketika mungil ini diasuh orang lain. Sungguh saya tak rela.
Akhirnya saya kembali mengalah untuk memutuskan tetap jadi ibu rumah tangga
yang sepenuhnya di rumah menjaga dan mendidik anak-anak serta mengurus
kebutuhan suami.
pribadi. Sebelum menikah sampai Auni anak pertama kami lahir, saya masih
menjalani rutinitas menjadi guru. Tapi semenjak saya hamil, suami mendapat
surat promosi yang mengharuskannya pindah ke kota lain. Menjalani kehamilan
dengan status LDM sangat tak mudah hingga akhirnya setelah dua bulan
melahirkan, saya memutuskan untuk resign dan ikut suami merantau. Di perantauan
bukannya saya tak pernah mencoba melamar kerja kembali tapi setiap memasukkan
lamaran dan ikut tes, ketika mata memandang si kecil Auni airmata meleleh
membayangkan ketika mungil ini diasuh orang lain. Sungguh saya tak rela.
Akhirnya saya kembali mengalah untuk memutuskan tetap jadi ibu rumah tangga
yang sepenuhnya di rumah menjaga dan mendidik anak-anak serta mengurus
kebutuhan suami.
Tak mudah awalnya, saya sempat
stress berat karena terbiasa dari zaman kuliah menjadi orang yang cukup mobile
yang cukup banyak kegiatan dari sekolah sampai organisasi kemudian bekerja
menjadi guru yang bisa berinteraksi dengan banyak orang tiba-tiba harus menjadi
ibu rumah tangga yang seharian hanya di rumah apalagi tugas suami yang membuat
kami hanya beberapa bulan menetap di suatu kota membuatku merasa tak punya
teman dan harus terus belajar beradaptasi berulang-ulang. Begitu banyak cerita
serupa dengan cerita saya. Jadi cobalah berempati menjadi Full Time Mom
terkadang bukanlah pilihan yang mudah.
stress berat karena terbiasa dari zaman kuliah menjadi orang yang cukup mobile
yang cukup banyak kegiatan dari sekolah sampai organisasi kemudian bekerja
menjadi guru yang bisa berinteraksi dengan banyak orang tiba-tiba harus menjadi
ibu rumah tangga yang seharian hanya di rumah apalagi tugas suami yang membuat
kami hanya beberapa bulan menetap di suatu kota membuatku merasa tak punya
teman dan harus terus belajar beradaptasi berulang-ulang. Begitu banyak cerita
serupa dengan cerita saya. Jadi cobalah berempati menjadi Full Time Mom
terkadang bukanlah pilihan yang mudah.
Tapi walaupun
FTM, saya dan teman-teman tetap bisa
menimbah ilmu baik via online seperti aktif di komunitas dan grup maupun
via offline pengajian rutin tiap minggu, seminar-seminar, dan lainnya.
Kami tak mau menyerah, kami akan tetap berkarya dan menebar manfaat bagi
orang banyak walaupun dari dalam rumah.
Menjadi WMpun sama, mereka juga
banyak di jugde dengan label ibu yang
tak sayang anak. Padahal begitu banyak yang menjadi ibu pekerja juga karena
faktor keadaan bukan cuma karena kepuasan pribadi. Misalnya pendapatan suami yang
belum mencukupi kebutuhan rumah tangga, suami sakit atau bahkan meninggal, dan
alasan lain. Bisa juga karena mereka mau membantu orang tua yang sakit atau membiayai pendidikan adik-adiknya. Beberapa dari pejuang WM bahkan ada yang tak mampu membayar asisten rumah tangga, mereka harus bangun lebih pagi dan tidur lebih malam untuk menyelesaikan urusan
domestik rumah tangga. Belum lagi melepaskan anak-anak yang harus dititipkan ke
daycare (tempat penitipan anak) atau
pengasuh.
banyak di jugde dengan label ibu yang
tak sayang anak. Padahal begitu banyak yang menjadi ibu pekerja juga karena
faktor keadaan bukan cuma karena kepuasan pribadi. Misalnya pendapatan suami yang
belum mencukupi kebutuhan rumah tangga, suami sakit atau bahkan meninggal, dan
alasan lain. Bisa juga karena mereka mau membantu orang tua yang sakit atau membiayai pendidikan adik-adiknya. Beberapa dari pejuang WM bahkan ada yang tak mampu membayar asisten rumah tangga, mereka harus bangun lebih pagi dan tidur lebih malam untuk menyelesaikan urusan
domestik rumah tangga. Belum lagi melepaskan anak-anak yang harus dititipkan ke
daycare (tempat penitipan anak) atau
pengasuh.
Sering kali jika cerita tentang anak, mereka menampakkan mimik muka sedih dan tak jarang menangis karena
melewatkan masa-masa emas tumbuh kembang anak mereka yang tak terulang. Bahkan
bulek (adik ayahku) harus kehilangan anak bungsunya karena demam ketika dia
terlambat pulang karena urusan pekerjaan. Belum lagi ketika susahnya cari
pengasuh yang sesuai harapan. Tak jarang para pengasuh tersebut memberikan
pelayanan buruk pada anak mereka baik verbal maupun fisik hingga akhirnya mengharuskan mereka
gonta-ganti pengasuh. Atau kebalikannya anaknya lebih sayang pada pengasuhny
daripada mereka.
melewatkan masa-masa emas tumbuh kembang anak mereka yang tak terulang. Bahkan
bulek (adik ayahku) harus kehilangan anak bungsunya karena demam ketika dia
terlambat pulang karena urusan pekerjaan. Belum lagi ketika susahnya cari
pengasuh yang sesuai harapan. Tak jarang para pengasuh tersebut memberikan
pelayanan buruk pada anak mereka baik verbal maupun fisik hingga akhirnya mengharuskan mereka
gonta-ganti pengasuh. Atau kebalikannya anaknya lebih sayang pada pengasuhny
daripada mereka.
Jadi jika kita bisa bijak dan bisa
memandang dua sisi menjadi FTM ataupun WM sungguh tak mudah. Mereka mempunyai
cerita sendiri yang sudah sangat seharusnya membuat kita bersimpati dan berempati.
memandang dua sisi menjadi FTM ataupun WM sungguh tak mudah. Mereka mempunyai
cerita sendiri yang sudah sangat seharusnya membuat kita bersimpati dan berempati.
Hidup itu tentang pilihan dan
setiap pilihan pasti akan ada kosekuensinya. Apapun pilihan kita pastikan itu
diridhoi suami dan bisa seimbang menjalankan tugas sebagai istri, ibu maupun bagian dari masyarakat dan umat beragama. Hingga usaha yang kita lakukan tak sia-sia tapi bisa bernilai pahala yang
berbuah syurga.
setiap pilihan pasti akan ada kosekuensinya. Apapun pilihan kita pastikan itu
diridhoi suami dan bisa seimbang menjalankan tugas sebagai istri, ibu maupun bagian dari masyarakat dan umat beragama. Hingga usaha yang kita lakukan tak sia-sia tapi bisa bernilai pahala yang
berbuah syurga.
27 Komentar. Leave new
Nga bisa ngebayangin gimana masa kecilku dengan ibu yang jarang di rumah.
semua pilihan pasti akan ada konsekuensinya bang.. jadi ibupun begitu sering kali dihadapkan dengan beberapa pilihan
Beruntung baca tulisan ini. Beberapa lalu Gacil juga sempat nonton di Youtube kak mengenai FTM dan WM. DItambah tulisan kakak. Gacil jadi nambah ilmu parenting. Nabung ilmu dulu, biar entar kalau nikah udah lebih enak menjadi seorang ibu hehe
xixix.. bener gacil. jadi istri dan ibu itu gak ada sekolahnya padahal akan kita jalani lebih dari separuh usia kita. udah keren banget tuh belum nikah dah mau belajar ginian. kalau aku dah jadi ibu mau melek. hiks…
Kalau saya masih AW lah yaa,, activist wife ahahaha
heheh… garis tengah ya kk
Jangan peduli omongan orang. Toh setiap yang dilakukan juga salah. Tapi tenang ibu ibu mah gak pernah salah hehe
wkwkwk.. jangan gitu lah. emak tuh selalu bener
Antara Full time mom dan working mom sama sama memiliki risiko atau pilihan. Tergantung bagaimana kita menyikapinya. Tapi kalau seandainya aku memilih meski aku pria, aku tetap memilih working mom sih kak… Lebih greget aja
kebalikan ma suamiku bang.. lebih seneng istrinya di rumah tapi tidak menghalangi istrinya untuk tetap belajar dan berkarya
Setiap pilihan pasti yang terbaik ya, kak
saling menghargai dan menghormati ?
saya pun akan berpikir demikiaan mbak,, bila saya jadi mbak
iya mbak.. tapi Alhamdulillah masih bs belajar dan berkarya walaupun dari dalam rumah
Ftm dan wm sama – sama mulia ❤. Sama sama – memilikj resiko. Aku udah liat yang ftm dan wm sama – sama sukses mendidik anak ?.
Yang penting jika pilihannya wm, berarti harus tetap dapat izin dari suami. Dan juga memilih pengasuh yang baik, agar kita merasa aman, karena itu yang aku liat dari kakak aku yang wm. Dan Alhamdulillah ponakan ku gamacem" tingkahnya (berprilaku buruk)? . Dan lengkat banget malah sama kakak aku ?
Thankyou bun udah sharing ?
yap.. setiap pilihan pasti ada plus minusnnya. asal bisa menyeimbangankan semua peran gak ada yang salah menjadi WM 🙂
Saya sebagai guru di full day school kadang miris melihat anak-anak yang kadang mengadu, ibunya selalu pulang malam, intinya kurang perhatian dr ortu smpe nilainya anjlok, tapi akhirny tetep gurunya juga disuruh ngelesin anaknya,, supya g ktinggalan pljaran.. kdg diberi pmhaman juga mama kerjanya buat siapa ,, dan salutny ada yg tetap berkarir tp anakny tdk kkrg ksih sayang ..
sebenarnya gak hanya WM, banyak juga FTM yang hanya sekedar di rumah tapi kurang perhatian ma anak-anaknya. Makanya kalimat penutup saya bikin perlu ada kesimbangan dalam menjalankan beberapa peran. karena bukan stautusnya yang salah tapi sikap individunya. tetap semangat cigu.. Barakallah… semoga tetap sabar dan bijak menghadapi anak-anak muridnya :*
jadi inget yang kemaren diperdebatkan para member baru di rutam ya mak…
wkwkw.. iya mak. emang terinspirasi dari sana buat nulis ini.
Pilihannya conditional sih ya. Tapi semua ibu pasti punya alasan buat jadi FTM atau WM
yap.. bener sekali kk. semua orang akan selalu dihadapkan dengan pilihan. tapi selayaknya apapun pilihannya semua tugas tetap dilaksanakan.
FTM dan WM ini ibarat kisah dramatis yang kalo disinetronkan gak bakalan habis-habisnya sampe tujuh juta tahin cahaya?
xixixi… gitu deh. apalagi kalau gak disikapi secara bijak dan mau menang sendiri bisa jadi perang dunia ketiga.
Memang selalu ada kelebihan dan kekurangan ya
Itu sesuatu yang mutlak kk.. semua pilihan apapun itu pasti ada plusminusnya