

Sedih rasanya pas menonton sebuah Vlog yang menunjukkan anak seseartis yang merasa kesal karena sering di-prank oleh orang tuanya. Mungkin sebagian orang menganggap itu lucu, tapi tidak bagi saya. Miris rasanya melihat fenomena prank semakin menjadi-jadi, terlebih lagi konten ini cukup banyak peminatnya dan konon bisa menjadikan pundi-pundi rupiah. Sehingga tidak jarang anak pun dijadikan target. Padahal asal orang tua tahu dan sadar bahwa banyak sekali dampak prank bagi anak.
Apa Itu Prank?
Sebenarnya sudah cukup sering kita mendengar kata “prank“. Tapi sebenarnya apa itu prank? Prank merupakan kata dari bahasa inggris yang berarti lelucon. Namun bisa diartikan juga sebagai candaan, olok-olok, atau gurauan untuk mengerjai orang lain.
Aktivitas ini dilakukan sebenarnya tidak logis. Menjahili seseorang yang dilakukan dengan text (misal menaruh kertas yang berisi kata di punggung seseorang), Chat (baik dari sms, aplikasi chat ataupun media sosial) atau bisa juga dalam bentuk video. Yang tentunya lebih banyak efek negatif dibandingkan positifnya. Terlebih lagi jika orang yang menjadi target tidak menyukai hal tersebut dan merasa dirugikan.
Prank pada Anak
Nah, bagaimana jadinya jika yang menjadi target prank tersebut adalah anak-anak? Memang ekspresi bingung, takut, atau sakit yang dirasakan anak saat menerima prank mungkin saja lucu dan menggemaskan. Namun, sadarkan perasaan bahagia orang yang berhasil menjahili dan yang melihatnya belum tentu disukai oleh mereka.
Bahkan saya sangat tersentak saat kemarin ikut kelas Self Emotional Healing emak Safithrie Sutrisno dari Komunitas Roemah Emak (bisa liat IGnya @roemah.emak). Emak mengatakan kalau otak manusia bisa membedakan bercanda atau tidak itu di usia 25 tahun. Lalu bagaimana kondisi kejiwaan anak usia di bawah 7 tahun?
Dampak Prank Bagi Anak
Saat si kecil dijahili secara terus menerus, bisa saja ia tidak menikmati apa yang terjadi kepadanya. Apalagi jika itu dilakukan secara berlebihan. Tentunya ini akan menimbulkan dampak yang sangat buruk bagi jiwa sang anak. Lalu apa saja dampak prank bagi anak tersebut?
-
Trust Issue
Trust issue atau masalah kepercayaan merupakan kondisi ketika seseorang kesulitan untuk mempercayai orang lain, bisa ke keluarga, pasangan, pertemanan, atau bahkan orang asing. Hal ini terjadi karena trauma dari apa yang sudah mereka rasakan baik itu karena kebohongan, penipuan maupun pengkhianatan. Bahkan R M williams mengatakan :
“Trust is the easiest thing in the world to lose, and the hardest thing in the world to get back”
R M Williams.
Itulah yang bisa terjadi pada anak-anak yang menjadi korban prank. Mereka akan sulit mempercayai orang lain atau bisa jadi orang tuanya sendiri. Kita tidak mau bukan hal ini sampai terjadi pada anak-anak kita?
-
Trauma Berkepanjangan
Dari pengalaman yang tidak menyenangkan dari prank ini, bisa menjadikan anak menjadi cemas dan takut dibohongi lagi. Hal tersebut tentu akan menimbulkan trauma berkepanjangan pada anak.
Bahkan jika tidak segera diatasi trauma ini bisa menjadikan inner child negatif dan tentunya ini sangat tidak baik untuk masa depannya. Mereka akan selalu dibayang-bayangi oleh pengalaman tidak menyenangkan tersebut.
-
Memicu anak menjadi Agresif
Biasanya saat menerima perlakuan prank, anak akan marah bahkan bisa menyerang, memukul dan mencubit orang yang menjahilinya. Nah perilaku ini bisa dikategorikan sebagai perilaku agresif.
Dari perilaku agresif ini mereka akan sering hilang kesabaran, mudah tersinggung, lebih sensitif, mudah frustasi, bahkan tantrum. Tidak jarang ketika keinginannya tidak dipenuhi dia akan menyakiti orang lain maupun dirinya sendiri.
-
Kurang Percaya diri
Dampak prank bagi anak juga bisa membuat mereka tumbuh menjadi sosok yang kurang percaya diri lho. Tentu rasanya sangat menyakitkan dipermalukan apalagi di muka umum kan?
Nah, karena hal ini akan mencederai harga diri mereka. Jangan kalian kira karena mereka masih anak-anak mereka tidak tahu hal itu. Bagaimanapun anak adalah pribadi yang memiliki perasaan dan pikiran.
-
Meniru perilaku orang tua
Ini yang tidak bisa dihindari yang menjadi salah satu akibat dari fenomena prank. Pada saat dewasa, anak akan meniru perilaku orang tua tersebut. Mereka akan berpikir perilaku prank itu perbuatan yang wajar dan menganggap orang lain bisa menjadi bahan lelucon mereka.
Prank ini sangat erat hubungannya dengan bully. Bahkan bagi mereka tidak apa mempermalukan orang lain di depan umum dengan dalih “hanya bercanda”. Padahal buruk yang itu dilakukan hanya untuk kepuasan pribadi saja.
Gimana menyeramkan sekali bukan dampak prank ini bagi anak-anak? Yuk, saatnya kita berubah. Rasulullah shallallahu alaihi wassallam juga bisa bercanda. Tapi tidak dengan berbohong dan menyakiti orang lain. Apalagi itu adalah anak kita sendiri. Sebab seharusnya orangtualah yang memberikan rasa aman, nyaman dan perlidungan pada anak. Bukan malah sebaliknya?